![]() |
Jawabnya : "Rasulullah s.a.w tidak pernah menyimpan sesuatu karena sayalah yang mengurus keuangannya. Apabila datang seorang muslim yang sedang dalam keadaan lapan, maka beliau memerintah saya melayani orang itu. Saya meminjam dari siapa saja untuk melayani agar orang itu bisa makan."
Hal seperti ini terjadi terus menerus, suatu hari aku bertemu dengan seorang kafir, dia berkata "saya mempunyai banyak harta benda, maka janganlah kamu meminjam dari siapapun, apabila kamu mempunyai keperluan, berhutanglah pada saya."
Aku menjawab, "apalagi yang lebih baik dari hal ini". Maka aku pun mulai mengambil hutang dari dia. Apabila datang perintah dari Rasulullah s.a.w, maka aku datang dengan memakai pinjaman dari orang itu dan memberikannya kepada orang yang Rasulullah kehendaki.
Suatu ketika, saya bangun lalu berwudhu untuk mengumandangkan adzan, orang musyrik itu datang bersama beberapa orang lainnya dan berkata, "Hai Habsyi!" maka saya pun memalingkan wajah ke arahnya, tiba-tiba dia mencaci maki dan mengeluarkan kata-kata kotor dari ucapannya. Sambil berkata, "tinggal berapa hari lagi habisnya bulan ini?"
Saya menjawab, "Bulan ini sudah hampir habis."
Dia berkata," Tinggalah empat hari lagi, apabila engkau belum melunasi seluruh pinjaman kepadaku hingga akhir bulan, maka aku akan menjadikanmu sebagai Hamba sahaya dan kamu harus menggembala kambing seperti dahulu."
Setelah berkata demikian, dia pergi meninggalkan saya. Sesuatu yang saya takutkan telah terjadi, saya pun merasa sangat bingung dan gelisah. Setelah Shalat isya, ketika Rasulullah s.a.w sedang duduk seorang diri, saya mendekatinya lalu menceritakan peristiwa tadi. Saya berkata, "Ya Rasulullah, engkau tidak memiliki persediaan apapun untuk membayar hutang itu saat ini, dan saya juga tidak mempunyai apa-apa. Saya merasa orang itu akan menghinakan saya lagi.
Oleh karena itu, apabila diizinkan, saya akan bersembunyi sambil menyiapkan sesuatu untuk membayar hutang itu, apabila datang kepada engkau sesuatu dari mana saja, maka aku akan datang. Setelah berkata demikian, saya segera pulang ke rumah lalu saya mempersiapkan pedang, perisai, sepatu dan semua barang-barang untuk di perjalanan dan saya menunggu sampai datangnya waktu Shubuh. Ketika menjelang waktu shubuh, saya pun pergi tanpa tujuan. Tetapi menjelang kepergian saya itu, seorang utusan Rasulullah s.a.w datang dan berlari sambil berkata, "cepatlah, datang menemui Nabi." saya pun segera datang menemui beliau dan melihat empat ekor unta beserta muatannya sedang duduk.
Beliau bersabda, "Dengarkanlah kabar gembira ini wahai bilal, Allah telah menyiapkan sesuatu untuk melunasi utang-utangmu. Ambilah unta-unta ini beserta muatannya. Barang-barang ini telah dikirim kemari sebagai hadiah untukku dari kaum Firdak."
Saya mengucapkan syukur kepada Allah kemudian dengan gembira membawa semua barang itu dan kembali lagi setelah melunasi seluruh hutang-hutangku. Sedangkan Rasulullah s.a.w, sedang menunggu di dalam masjid. Sampai disana aku berkata, "Ya Rasulullah, aku bersyukur bahwa Allah s.w.t telah membebaskan kita dari seluruh hitang-hutang dan tidak ada sesuatu pun yang tersisa dari hitang-hutang itu."
Nabi s.a.w bertanya, "apakah ada barang-barang yang masih tersisa?"
Saya menjawab "Ya, masih sedikit barang yang tersisa."
Nabi s.a.w bersabda, "Bagikanlah barang-barang itu sampai habis, sehingga aku menjadi tenang, saya tidak akan pulang ke rumah sebelum barang-barang itu dibagikan semua."
Saya pun pergi untuk membagikan barang-barang yang masih tersisa kepada fakir miskin. Setelah shalat Isya, Nabi s.a.w bertanya, "masihkah ada barang yang tersisa?"
Saya berkata, "Masih, karena belum ada orang yang memerlukannya." maka Rasulullah kembali tidur di Masjid.
Keesokan harinya, setelah shalat isya, beliau bertanya lagi, "apakah masih ada barang yang tertinggal?"
Saya menjawab, "Tidak ada sisa, Allah telah memberkati anda dengan ketentraman jiwa. Semua barang-barang itu telah saya habiskan untuk dibagikan kepada yang memerlukannya.lalu "Rasulullah s.a.w memuji Allah."
Pada malam itu barulah beliau pulang kerumah menemui istri-istri beliau. Nabi s.a.w tidak suka menghadapi maut apabila masih memiliki harta kekayaannya di tangannya." (Al Badzlu)
Betapa besarnya himkah yang bisa kita ambil dan patut kita contoh dari diri Rasulullah s.a.w dan para sahabatnya. Mereka ikhlas berbagi dengan orang-orang yang lebih membutuhkannya. Begitu banyak para Waliyyullah yang yidak menginginkan harta benda tersisa sedikit pun di tangan mereka. Jika para Waliyyullah saja memiliki keinginan seperti itu, bagaimana dengan Rasulullah s.a.w sebagai pemimpin para Anbiya, pemimpin para Waliyyullah? Beliau ingin agar hidupnya terbebas dari harta kekayaan dunia.
Subhanallah
Sumber : Fadhilah Amal